Minggu, 04 Mei 2008

MENYIKAPI MUSIBAH

Dalam menghadapi musibah diperlukan sikap tenang, waspada dan hati-hati. Sikap ini setidaknya akan mengurangi resiko yang timbul akibat musibah. Datangnya musibah tidak dapat diperkirakan oleh karena itu hanya kepada Pencipta alam inilah kita berserah diri dalam menghadapi musibah sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:

“ Yaitu orang-2 yang apabila ditimpa musibah , mereka mengucapkan: innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”( Al Baqarah:156)

“Tidak ada sesatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (At Taghaabun: 11)

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya; Maha benar Allah dengan segala ciptaan-Nya, dan tidak ada yang sia2. Maha benar Allah dengan segala kuasa-Nya, kuasa mendatangkan gelombang laut, kuasa menghadirkan gempa bumi, kuasa mengalirkan angin puting beliung, bahkan topan siklon sekalipun, kuasa dalam mendatangkan musibah dan bencana

Coba kita renungkan, rasanya Negara kita dari hari kehari tak henti hentinya dirundung musibah. Musibah di bagian barat berhasil ditangani, muncul musibah baru di belahan timur. Di belahan timur ditangani, muncul musibah di bagian utara. Begitu seterusnya, sepertinya lingkungan hidup kita adalah rangkaian musibah. Rasanya capai kita mendengar berita musibah, apalagi mereka yang menangani musibah, dan lebih2 lagi yang tertimpa musibah. Allahu Akbar Subhanallah
Sebenarnya musibah yang datang kepada kita tidak meninggalkan kerugian apapun kalau kita dapat menyikapinya dengan benar. Ada tiga golongan manusia dalam menyikapi musibah

Pertama: Golongan manusia yang rugi, yaitu orang2 yang dalam menghadapi musibah tidak tidak melakukan perubahan apapun pada dirinya. Musibah hanya dihadapi dengan tangisan, dengan renungan duka, sedih berkepanjangan, merasa kehilangan yang amat sangat, dan bahkan berputus asa bunuh diri. Dalam keadaan musibah bahkan ada orang2 yang tampak membantu tetapi sebenarnya mereka menggelap kan, mencuri, mengkorup harta korban musibah. Mereka lupa kepada Sang Pencipta musibah. Mereka tidak mau belajar dari musibah. Perilaku yang demikian sama saja dengan membuat hari ini sama dengan hari kemarin. Tidak ada perubahan apapun setelah musibah terjadi .. rugilah dia.

Kedua: Golongan manusia yang celaka, yaitu mereka yang menghadapi musibah dengan penyesalan, menyumpahi bahkan lari menjauh dari Sang Pencipta musibah, Allah Robbbul ‘Alamin. Dan sebaliknya mereka lebih percaya kepada tahayul, misalnya: bahwa musibah terjadi karena kurang sesaji, untuk mencegah musibah selanjutnya harus memakai aji2, atau menghafal sejumlah rapalan, atau sedekah ke tengah laut. Datangnya musibah tidak membuat mereka tafakur dan tawadlu’ kepada Allah Subhanahuwata’ala. Padahal datangnya gempa, gunung meletus, banjir, penyakit, dana bencana2 lain tidak seberapa kerugiannya dibandingkan dengan tanggalnya iman seseorang. Dan ini sering dan sering sekali ada dalam kehidupan sehari-hari. Sekedar mendengar berita duka mengucapkan inna lillaahi wa inna illaihi rojiun, tetapi meninggalkan salat, tidak berjakat, meninggal kan puasa, tidak ada sepotong ucapan apapun; padahal ini merupakan musibah besar. Meninggalkan kuwajiban ibadah dianggap sebagai urusan mudah dan kecil, bisa diurus nanti-nanti. Astaghfirullah hal azim

Sikap yang demikian sebenarnya menjadikan hari ini lebih buruk dari hari kemarin.. celakalah mereka

Ketiga: Golongan manusia yang beruntung yaitu orang2 yang dalam menghadapi musibah bersikap tawadlu’ tafakur, seraya mengucap “innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”

Golongan orang2 yang beruntung ini menyikapi musibah sebagai pelajaran sehingga mereka menjadi lebih cerdas. Mereka memandang bahwa musibah adalah kehendak Allah Rabbul Izzali, sebagaiman telah disampaikan pada awal kutbah ini, yaitu:

“Tidak ada sesatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (At Taghaabun: 11)

Golongan orang2 yang beruntung ini, meyakini benar bahwa semua ciptaan Allah pasti tidak sia2 dan pasti ada manfaatnya” Robbanaa maa kholaqta haadza batila”, termasuk datangnya musibah. Dari musibah kita bisa belajar banyak hal, sehingga kita bisa lebih cerdas. Dari musibah kita bisa belajar lebih banyak

untuk berubah menjadi lebih baik dalam pengabdian kita kepada Allah. Dari musibah kita harus lebih taqorub kepada Allah, karena gunung, hutan, lautan, udara, gempa, gelombang, kelaparan, penyakit dan semua semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah. Kepada-Nyalah kelak semua akan kembali. Kata kuncinya adalah”

“ Yaitu orang-2 yang apabila ditimpa musibah , mereka mengucapkan: innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”( Al Baqarah:156)

Oleh karena itulah, marilah kita selalu berupaya memperbaiki diri dalam berbakti kepada Allah dengan cara selalu menampilkan prestasi terbaik kita agar dapat bermanfaat bagi lingkungan kita. Janganlah kita termangu dan berlebihan dalam menghadapi musibah. Dengan musibah, hari-hari kita selanjutnya harus menjadi lebih baik agar kita menjadi orang yang beruntung

Sebagaimana sabda Rasulalloh SAW, yang artinya:

Orang yang hari ininya sama dengan hari kemarin adalah orang yang rugi, dan orang yang hari ininya lebih jelek dari hari kemarin adalah orang yang celaka. Beruntunglah orang yang hari esoknya lebih baik dari hari ini. Semoga kita selalu menjadi orang yang beruntung, Amiien

Sabtu, 03 Mei 2008

PRAKTEK KONSELING (Oleh Guru)

I. Pendahuluan

Idealnya praktek konseling diselenggarakan oleh petugas berwenang yang dididik dan dipersiapkann untuk menjadi konselor, seorang profesional dalam bidang jasa layanan konseling. Dengan demikian layanan yang diberikan memang khas, unik dan berbeda dengan profesi lainnya, meski dalam lapangan yang sama yaitu lapangan pendidikan (Borsolun & Holcon. 2004). Seperti halnya dokter, perawat, bidang, laborant, masing-masing pekerjaannya berbeda secara khas dan saling mengakui dan saling menghormati meski sama-sama berada dalam bidang kesehatan. Demikianpun harapannya, guru, pustakawan, laborant, psikolog, konselor, menampilkan kekhasan pekerjaannya masing-masing meski bersama-sama dalam bidang pekerjaan yang sama.

Jujur saja kita akui, bahwa dalam menjalankan program-program pendidikan khususnya dalam proses belajar-pembelajaran, antar profesional yang ada di dalamnya kurang saling mengakui dan menghormati (Mathew, R. 1998). Terbiasa kita lihat di sekolah-sekolah di sekitar kita, guru merangkap sebagai pustakawan, juga sebagai administrator, juga sebagai pengelola koperasi, dan masih banyak lagi pekerjaan-pekerjaan profesional lain yang dikerjakan guru. Sebaliknya juga
banyak fihak-fihak lain yang menganggap bahwa profesi guru adalah profesi ”serba siapa”. Siapa saja boleh menjadi guru asal mampu berdiri dan berbicara di depan kelas.

Apalagi pekerjaan Guru GC/Guru BP/Guru BK/ Konselor di sekolah, sampai sekarang masih banyak yang menganggap sebagai profesi ”ada-tiada” ; ada ya tidak apa-apa, tidak ada ya tidak apa-apa. Layanan konseling masih dianggap sebagai layanan sampingan dalam proses belajar-pembelajaran, sehingga dapat dilakukan siapapun, bahkan tidak dilakukan juga tidak apa-apa. Benarkah demikian?

II. Ciri-ciri Praktek Konseling

Betulkah bahwa bahwa praktek konseling berbeda dengan praktek pembelajaran atau praktek pendidikan? Berikut ini merupakan ciri-ciri praktek konseling (Sciacra. 2004, Cormier & Cormier. 1985):

  1. Prosesnya melibatkan dua orang (konseling individul) atau lebih (kelompok). Konseling individual lebih banyak muncul daripada konseling kelompok
  2. Interaksi dalam proses konseling bersifat teraputik, yaitu pengubahan sikap dan perilaku
  3. Berlangsungnya Proses konseling tidak harus dalam kelas dan tidak harus dalam jam belajar
  4. Layanan konseling tidak memerlukan adanya setting kelas
  5. Teknologi (teknik, metode, dan pendekatan) konseling berbeda dengan teknologi pembelajaran
  6. Sasaran layanan konseling utamanya adalah bidang efeksi
  7. Metode utamanya adalah wawancara mendalam (depth interview)

Dengan ciri-ciri tersebut di atas, jelaslah bahwa proses konseling memang berbeda secara hakiki dengan proses pembelajaran. Meskipun konseling mungkin dapat dintegralkan dengan proses belajar-pembelajaran, tapi tetap saja praktek konseling tidak sama dengan praktek pembelajaran. Apalagi kalau dilihat dari tahap-tahap konseling yang meliputi:

  • Tahap I : Menjalin Rapport (Relasi awal yang baik dan kondusif untuk konseling)
  • Tahap II : Kontrak kasus, menyepakati apa–apa yang akan dilakukan atau diubah.
  • Tahap III: Eksplorasi data, memotivasi klien untuk menyatakan diri.
  • Tahap IV: Diagnosis, menentukan kekuatan dan kelemahan klien.
  • Tahap V: Prognosis, menyusun rencana perlakuan.
  • Tahap VI: Tritmen, melaksanakan terapi dan aktualisasi keputusan.
  • Tahap VII: Evaluasi dan tindak lanjut.

Dengan kemajuan teknologi, konseling dapat disederhanakan dalam prosesnya, misalnya dengan e-counseling seperti sudah banyak dilakukan di negeri maju dan juga mungkin secara sederhana sudah dilakukan dinegeri kita tercinta ini, tetapi tetap saja sasaran dan tahapannya sulit untuk disederhanakan. Seandainya dapat, maka konseling akan kehilangan hakekatnya.

III. Keterampilan Dasar Konseling

Seperti halnya dalam proses pembelajaran, proses konseling juga akan berlangsung efektif kalu ditunjang dengan keterampilan dasar konseling. Proses konseling akan terasa membosankan dan mungkin menakutkan, yang berakibat kliennya mengalami devisit motiv dan perasaan yang berujung pada drop-out. Guru BK / Konselor dituntut benar-benar menguasai keterampilan dasar konseling, agar kehadirannya dalam proses konseling benar-benar diharapkan oleh klien, dan yang lebih penting proses konseling dapat berlangsung efektif.

Keterampilan dasar konseling yang dimaksud terdiri atas (Carkhuf. 1987):

  1. Keterampilan Rapport, yaitu keterampilan dalam membuka relasi teraputik. Kekeliruan dalam mengawali relasi akan berakibat klien menaruh prasangka buruk. Kesan pertama begitu menggoda, kesan selanjutnya terserah anda, itu kata iklan, seperti juga dalam konseling, begitu pertemuan pertama berhasil, maka pertemuan selanjutnya akan begitu mudah dilakukan. Pertemuan awal ini diawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan seperti: salam, apa kabar, bertanya kesehatan, acara, apa, mengapa, bagaimana,
    dan seterusnya.
  2. Keterampilan menetapkan kontrak. Kontrak yang tidak jelas akan menimbulkan manipulasi dan devisit aset. Konselor dan klien seharusnya benar-benar menyadari dengan cermat apa-apa yang akan dilakukan dalam pengubahan dan membangun perilaku. Tidak ada konseling yang sekali pakai dapat menyelesaikan semua-semua permasalahan. Kontrak disusun bersama konselor dan klien, mengacu kepada kebutuhan, kemampuan dan masa depan klien, jelas, praktis dan prospektif.
  3. Keterampilan Attending, yaitu keterampilan tampil sebagai pribadi yang utuh dan memberikan perhatian penuh kepada klien sebagai pribadi sebagaimana adanya, agar klien dapat mengembangkan diri, mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya dengan bebas. Keterampilan attending direfleksikan dalam perilaku konselor, berupa: a) posisi dan jarak duduk, (b) posisi badan, isyarat gerak tubuh (body language), ekspresi wajah, wilayah pandangan, komunikasi verbal – non verbal, dan respon-respon yang ditampilkan, (c) kontak mata, serta (d) keterampilan mendengarkan.
  4. Keterampilan mengundang pembicaraan terbuka, yaitu keterampilan mendorong klien untuk berbicara bebas tentang apa yang dirasakan tanpa ada kecurigaan kepada konselor. Keterampilan ini akan mengundang klien untuk menyapaikan konsep-konsep pikiran dan perasaanya. Pertanyaan: “apa”, “bagaimana” , “dapatkah” akan memebrikan jawaban yang banyak mengandung informasi daripada bertanya: “mengapa” , atau pertanyaan yang hanya
    menyediakan jawaban “ ya” atau “tidak”.
  5. Keterampilan Healing, keterampilan dalam meyakinkan klien bahwa dirinya mampu mengatasi masalah yang dihadapi
  6. Keterapilan Restructuring, yaitu keterampilan untuk menyusun kembali pernyataan-pernyataan klien yang dianggap kurang fokus
  7. Keterampilan Paraphrase, adalah keterampilan untuk meringkas pernyataan-pernyataan klien yang terlalu panjang dan berbelit
  8. Keterampilan Konfrontasi, merupakan keterampilan untuk memeriksa kembali pernytaan klien yang dianggap berlawanan, misalnya antara pernyataan dengan volume bicara, atau pernyataan dengan ekspresi, misalnya menyatakan benci dengan mimik gembira, atau menyatakan marah dengan volume suara yang lembut.

Keterampilan-keterampilan tersebut dapat disaksikan dalam tayangan berikut. Perhatikan benar-benar, bagaimana keterampilan-keterampilan tersebut diaplikasikan dalam sebauah praktek konseling utuh.

Selamat menyaksikan dan selamat berpraktek

Bahan Rujukan:
Carkhuff, Robert, R.(1985). The Art of Helping. Mossachussett – USA. Human Resource Development Press

Cormier, W.H. & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies for Helper Foundamentals Skills and Cognitive Behavioral Intervention (2nd ed.). Monterey-California. Brooks/Cole Publishing, Co

Dupont-Joshua, Aisha.(2003). working Inter-Culturally in Counselling Setting. Taylor & Francis Group. Hove And New York. Brunner-Routledge

Erikson. (1968). Terapi Kognitp Perilaku (Dalam: Atkinson, Rita, L. 1999. Pengantar Psikologi: Alih Bahasa: Nurdjannah Taufiq). Jakarta. Erlangga

Lampiran

Contoh Dialog

Suatu hari seorang Guru Wali Kelas (GWK) yang sedang berada di Ruang Guru menerima seorang siswa (S )

S : Selamat siang bu...

GWK: (Agak sedikit terkejut) : Selamat siang.. (sambil memandangi siswa dihadapannya yang tampak lusuh, matanya merah, rambutnya agak awut-awutan, pandangannya cenderung membuang muka, pakaian tidak rapih)... mas ada apa sih, kamu kok tidak rapi gitu, belum mandi ya. Hayo rapihkan pakaianmu, nih jungkat.. sisir rambutmu. Kamu nggak malu banyak Bapak – ibu Guru di sini..??

S: (Pandangannya semakin tertunduk, dengan tampak terpaksa ia mematuhi perintah Wali Kelas)... Bu...saya mau matur...

GWK: (Sambil tampak acuh kepada tamunya ini, karena sibuk menata Buku Raport yang beru dikerjakannya).. Hayo maturo,.. mau minta ijin pulang lagi...

S : Tidak Bu... (sambil menarik wajahnya ke dalam, tangannya semacam ngapu rancang tapi memutar-mutar ibu jarinya. Sementara kedua kakinya saling digesek-gesekan)... Hasil ujian Biologi saya jelek Bu, padahal saya sudah belajar mati-matian Bu...

GWK: (Dengan suara agak nyaring)... lah wong kamu belajarnya sambil mainan Play Station, mana bisa masuk pelajarannya... iya kan... trus kamu mau minta ujian ulangan..gitu...(kemudian mendongak-dongakkan kepala kekiri, kekanan seperti mencari sesuatu) .. Ehh ..Pak Amri... iki muridmu bisa ujian ulangan gak ya...

S : (Seperti was-was. Wajahnya masih tertekuk) .. Tapi Bu....

GWS: Tapi opo menehh....(Sambil tetap mengemasi pekerjaan di atas meja)

S: Eee... (Tampak ragu)... sebenarnya saya kurang menyukai pelajaran Biologi Bu.... (suaranya agak melemah, takut didengar orang lain; padahal guru-guru disekitarnya juga sudah dengar)

GWS: Oo alaa.... wong ora seneng pelajarane kok njaluk pintar.. reeek..rekk..(masih tetap tampak sibuk).. wis kono matur karo Pak Amri sendiri.....(Kemudian menyeru kepada Guru bersangkutan).... Pak Amri iki urusen anakmu iki lhoo...

S: ??!!@&&^??”+??


Lampiran

Contoh Dialog

Suatu hari seorang Guru (G) Biologi SMA yang sedang berada di Ruang Guru menerima seorang siswanya (S )

S : Selamat siang bu...

G: (Agak sedikit terkejut) : Selamat siang.. (sambil memandangi siswa dihadapannya yang tampak lusuh, matanya merah, rambutnya agak awut-awutan, pandangannya cenderung membuang muka, pakaian tidak rapih )... ada apa mas, .. kok seperti ada sesuatu yang kamu fikirkan...

S: (Pandangannya semakin tertunduk, dengan tampak terpaksa ia mematuhi perintah Wali Kelas)... Bu...saya mau matur...

G: Hayo maturo,.. jangan malu-malu... gak usah seru-seru.. mengko krungu liyane...

S : Ya Bu... (sambil menarik wajahnya ke dalam, tangannya semacam ngapu rancang tapi memutar-mutar ibu jarinya. Sementara kedua kakinya saling digesek-gesekan)... Hasil ujian Biologi saya jelek Bu, padahal saya sudah belajar mati-matian Bu...

G: (Dengan suara lembut)... Ooo.. itu to masalahmu...

S : (Seperti was-was. Wajahnya masih tertekuk) .. Ya Bu....

G: Menurut kamu apa sih yang sullit dalam pelajaran Biologi...

S: Eee... (Tampak ragu)... sebenarnya saya kurang menyukai pelajaran Biologi Bu.... (suaranya agak melemah, takut didengar orang lain; padahal guru-guru disekitarnya juga sudah dengar)

G: Ooo itu ya gak apa-apa..mungkin kamu lagi banyak yang dipikir saja. Nanti juga kamu akan senang sendiri pada pelajaran biologi. Karena sebenarnya pelajaran itu kan ada dalam kehidupanmu seharai-hari. Lihat saja kalau kamu makan mesti berhubungan dengan biologi, mandi, tidur, istirahat, bahkan main play station (PS) itu juga berhubungan dengan biologi. Suka main PS gak...

S: suka Bu....

G : Coba kamu kurangi main PS nya, trus cari buku-buku biologi yg banyak gambarnya, kamu amati gambar-gambarnya.., trus....bla bla bla, trus.....bla bla..bla, trus bla bla bla nanti kan kamu lama-lama ......bla bla bla.........

STRATEGI SUKSES MERAIH KESEMPATAN KERJA

“Salah seorang dari
kedua wanita itu berkata:” Ya bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja pada
kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
pada kita ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Al Qashash:26)


Katakanlah: “Hai kaumku,
bekerjalah sesuai dengan keadanmu
, sesungguhnya aku akan bekerja pula
maka kelak kamu akan mengetahui” (Az Zumar: 39)



PENDAHULUAN


Salah satu ciri kedewasaan pada seseorang adalah kemampuan merefleksikan dirinya dalam suatu aktivitas yang mensejahterakan dirinya maupun lingkungannya yang disebut dengan istilah “ kerja” atau “bekerja”. Masyarakat dewasa ini terus berkembang menuju satu titik dalam mana setiap orang sejahtera dan mampu mengaktualisasikan diri secara terukur, di sini (here), sekarang (now) dalam menjalani kehidupannya sekaligus sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat.

Dalam masyarakat modern sekarang ini kesempatan kerja terbentang luas dalam jumlah yang banyak dihadapan kita. Sebagian telah terisi walau dengan isi yang kurang sesuai. Sebagian besar lainnya masih belum terisi dan kondisi ini terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat modern. Jawa Tengah dengan luas wilayahnya 3.250.000 Ha ( 25 % dari luas seluruh P. Jawa) dengan jumlah penduduknya mencapai 32,77 Juta
jiwa, rata-rata kepadatan 925 orang/Km (terpadat Surakartaa mencapai 11.000/Km). Jumlah angkatan kerja mencapai 16.110.000 (partisipasi 60,83 %). Pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditempuh mencapai 21.638 orang yang tersebar pada SD: 1.911 orang; SMTP: 1.820 orang; SMTA: 9.673 orang, Sarjana Muda (Diploma): 2.373 orang, dan Sarjana (S1, S2, S3): 5.861 orang.

Angkatan kerja banyak terserap di sektor pekerjaan tersier yaitu pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan
tinggi seperti pertanian, pertukangan, buruh dan jasa angkutan. Sementara sektor-sektor yang memerlukan keterampilan tinggi (high tech – high touch) seperti teknologi industri, komputer, menejemen bisnis, jasa layanan masyarakat, pendampingan, eksplorasi, riset dan pengembangan masih sangat terbuka lebar untuk dimasuki pencari kerja. Dalam banyak kasus rekrutment tenaga kerja misalnya dalam ajang bursa kerja ternyata pencari kerja tidak dapat memenuhi kualifikasi yang diperlukan, di samping daya tawarnya rendah. Di sisi lain tenaga kerja dari luar negeri sumber dayanya agak terbatas tetapi daya saing dan daya tawarnya tinggi. Dengan demikian calon tenaga kerja kita sendiri selalu kalah bersaing dengan calon tenaga kerja dari luar negeri (Calon lokal berpendidikan luar) dalam mengisi kesempayan kerja.Oleh karena itu diperlukan strategi untuk meraih kesempatan kerja yang tersedia.

Strategi meraih kesempatan kerja pada hakekatnya adalah: bagaimana cara mengalahkan diri sendiri, melihat
peluang kerja, menulis lamaran pekerjaan, dan menghadapi wawancara dan psikotest.

I. Strategi mengalahkan diri sendiri


Manusia dicipta Allah sebagai makhluk yang dapat menumbuh-kembangkan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan potensi yang dimilikinya. Namun dalam kenyataan banyak manusia yang bersikap sombong atas kemampuan yang dimilikinya sehingga ia bersikap over estimate (sikap yang memperkirakan bahwa dirinya serba bisa sehingga tidak perlu belajar) atau under estimate (sikap yang memperkirakan bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan apapun sehingga tidak mau bersaing).

Strategi untuk mengalahkan diri sendiri adalah:

  • Memahami diri sendiri (memahami potensi yang dimiliki: kekuatan dan kelemahannya) dengan cara manual maupun tes psikologis.

  • Menerima diri sendiri sesuai dengan keadaannya untuk kemudian menempatkan diri dalam spektrum yang semakin luas (expanding spectrum).

  • Mengaktualisasikan diri dalam area spektrum dengan tetap menjaga eksistensi diri (istiqomah)


Dengan strategi tersebut diharapkan seseorang akan selalu sadar diri (self awerness) dan percaya diri (self
confidence
) tentang eksistensinya dalam dunia yang terus berubah.


II. Strategi melihat peluang kerja

Kesadaran diri terhadap kehidupan yang dijalani akan membuka pikiran, mata, dan hati seseorang terhadap kondisi lingkungannya termasuk peluang dan kesempatan kerja yang tersedia. Semakin seseorang meningkatkan kesadaran dirinya akan semakin terbuka peluang dan kesempatan yang dilihat. Membaca, belajar, akses informasi, latihan pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok (LSM atau kelompok studi), mengikuti bursa kerja, magang, dan sebagainya adalah strategi untuk meningkatkan kesadaran diri dalam melihat peluang kerja.

Peluang kerja dari tahun ke tahun terus berkembang semakin mengarah kepada peluang kerja spesialis sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan pada masyarakat modern yang serba terukur dan menekankan produktifitas massal yang berkualitas. Peluang yang kemarin populer, hari ini mungkin tidak lagi populer atau ”ngetrend”. Dan yang hari ini ”ngetrend” esok mungkin sudah out of date.
Oleh karena itu calon tenaga kerja harus terus menerus melakukan regulasi diri (self regulation) agar selalu eksis dan aktual dengan kebutuhan tenaga kerja serta siap diserap dalam dunia kerja. Calon tenaga kerja dapat memanfaatkan media IT dalam melakukan regulasi dan aktualisasi diri (cyber hunting). Dengan demikian spektrum
yang dimiliki adalah spektrum berskala nasional, regional, internasional, bahkan global. Buku-buku atau panduan tentang informasi kerja berskala global tersedia di toko-toko buku atau bahkan tersedia gratis di E-carrier di situs Yahoo, Geogle atau situs-situs lainnya.

Koneksitas (conecity) juga merupakan salah satu strategis dalam meraih peluang kerja. Dengan membangun
koneksitas, kekuatan untuk meraih dan sukses dalam pekerjaan akan lebih besar, khususnya koneksitas yang bersifat profesionalisme. Kaum muda sangat berkompeten dengan koneksitas profesionalisme dalam merebut peluang kerja dan menekuni pekerjaannya. Melalui koneksitas profesional kepercayaan masyarakat (public
trust
) dapat ditumbuh kembangkan sehingga pada gilirannya akan semakin membuka peluang kerja.


III. Peluang kerja bidang hukum


Perlakuan hukum atau tindakan-tindakan hukum merupakan suatu perlakuan atau tindakan yang bersifat
tertutup dalam arti bahwa semua tindakan hukum tidak dapat diintervensi dengan tindakan lain. Itulah sebabnya hukum harus ditegakkan. Demikian pula profesi hukum bersifat tertutup; artinya bahwa hanya orang-orang yang berwenang dan berkemampuan hukum yang dapat memasuki profesi hukum. Oleh karena itu profesi hukum sebenarnya tertutup untuk profesi lain. Dengan demikian tidak sebenarnya tidak ada alasan bagi mereka yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu hukum merasa risau akan disaingi oleh profesi lain, atau merasa risau tidak dapat meraih kesempatan kerja di bidangnya. Persoalannya, adakah setiap lulusan ilmu hukum memiliki kesadaran dan kepercayaan diri yang demikian.

Strategi untuk mempertajam kemampuan dalam bersaing memperebutkan peluang kerja bidang hukum (dan profesi tertutup lainnya) adalah dengan mengktualisasikan semua aktivitas, kegiatan dan perilaku diri (self-activity) sesuai dengan bidang yang diperebutkan di manapun dan kapanpun agar kualitas diri terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Aktualisasi dimulai dari yang sederhana misalnya bertindak sesuai peraturan dan perundang-undangan (misalnya kuliah tepat waktu, absensi memenuhi, tidak ngebut, surat-surat kendaraan lengkap, dan sebagainya) sampai kepada perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran.


IV. Orientasi Kerja


Bekerja merupakan refleksi kemampuan seseorang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh penghargaan untuk memperpanjang kuwajiban kehidupannya. Persoalannya adalah, bahwa orientasi bekerja terkadang berwawasan sempit misalnya bahwa yang namanya bekerja adalah kalau menjadi ”pegawai negeri”. Orientasi bekerja yang demikian sebenarnya merupakan warisan penjajah yang menempatkan ”ambtenar” (Pegawai Kerajaan Belanda) sebagai penguasa yang harus dihormati.

Pada negara maju konsep bekerja sebagai ”pegawai negeri” sudah mulai ditinggalkan khususnya oleh generasi muda sejak awal Tahun 80 an. Sebabnya adalah, prospek karir sebagai ”pegawai negari” kurang agresif mengikuti perkembangan taknologi dan informasi (TI), di samping penghargaan yang diperoleh kurang sesuai dengan jumlah potensi (waktu, tenaga, profesionalisme, etos kerja, dsb) yang dikeluarkan. Oleh karena itu sejak tahun ’80 an generasi muda lebih memilih profesi-profesi yang memberi tantangan lebih besar dengan prospek yang lebih menguntungkan. Generasi muda lebih cenderung memasuki pekerjaan di sektor swasta yang mereka pandang lebih prospektif. Mereka tidak mengutamakan gaji yang besar, tetapi lebih mengutamakan fasilitas kaqhidupan yang lebih lengkap.
Generasi muda di Indonesia mulai melirik pekerjaan-pekerjaan di sektor swasta menjelang berakhirnya Abad ke 20. Pada masa itu di Indonesia mulai berkembang pekerjaan-pekerjaan bidang komersiil (Commers), seperti menejer perusahaan, divisi-divisi di bawah menejer perusahaan (HR, RD, RBO, dsb). Dewasa ini di Indonesia jenis-jenis pekerjaan di sektor swasta sangat-sangat terbuka khususnya jenis-jenis pekerjaan haigh tech-high touch. Profesi hukum sangat terbuka luas untuk melindungi penghasil dan pengguna jenis-jenis pekerjaan haigh tech-high touch, agar hasilnya benar-benar dapat meningkatkan keadilan dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.


Selamat berjuang, bersaing dan berpacu dalam meraih sukses

V. Menulis lamaran kerja


Lamaran pekerjaan dapat diajukan secara manual maupun dengan email. Keduanya memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Lamaran kerja manual yang ditulis tangan akan segera menunjukkan kondisi pribadi si penulisnya (bentuk tulisan merupakan cerminan pribadi). Sedangkan lamaran kerja yang diajukan melalui elektronik dapat menunjukkan kemampuan pengirimnya (program yang digunakan merupakan cerminan kemampuan).

Buku-buku contoh menulis lamaran kerja banyak tersedia di pasaran yang dari waktu ke waktu bentuk, format dan bahasanya terus berkembang menjadi lebih baik. Perlu diperhatikan bahwa contoh-contoh yang tertulis dalam buku-buku panduan yang dijual di pasaran bukanlah contoh baku yang harus diikuti pembaca tanpa reserve. Pembaca harus mengembangkan sendiri sesuai dengan keadaan diri agar dirinya nampak lebih orisinil dipandang oleh penerima lamaran. Perlu dipahami, bahwa bagian HRD atau kepegawaian di perusahaan atau instansi pemerintah juga memiliki buku-buku contoh menulis lamaran pekerjaan. Sehingga kalau si penulis lamaran meniru tanpa reserve contoh yang ada dalam buku-buku, maka lamarannya akan dikategorikan sebagai pelamar ”pasaran”.

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan pada waktu menulis lamaran kerja, yaitu:

  1. menarik perhatian penerima surat lamaran kerja,

  2. meyakinkannya tentang kemampuan yang dimiliki pelamar, dan

  3. meminta kesempatan untuk wawancara.

Anatomi surat lamaran pekerjaan tediri dari :

  1. Identitas diri

  2. Latar pendidikan

  3. Latar Pengalaman

  4. Posisi yang diinginkan

  5. Ucapan terima kasih

  6. Lampiran-lampiran (Bila diperlukan) seperti:

  • Daftar Riwayat Hidup

  • Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB)

  • Fotokopi Keterangan Pencari Kerja dari Departemen Tenaga Kerja (kartu Kuning)

  • Referensi

  • Dan sebagainya

Susunan surat lamaran tersebut masih harus disesuaikan dangan kesempatan kerja yang tersedia, misalnya berdasarkan: (1) lamaran kerja atas inisiatip sendiri, (2) lamaran kerja karena adanya pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi atau lembaga pencari kerja, (3) adanya iklan di media, (4) atau karena diminta secara khusus, (5) dan sebagainya. Demikian juga apabila kesempatan kerja berada di luar negeri maka susunan surat lkamaran kerja juga perlu disesuaikan dengan kelaziman menulis lamaran kerja di negeri bersangkutan. Untuk hal ini ada baiknya dikonsultasikan dengan fihak-fihak yang menguasai bahasa, bentuk dan prosedure lamaran kerja negara dimaksud.

Demikian pula apabila lamaran pekerjaan dilakukan dengan menggunakan Emile maka perlu ada penyesuaian seperlunya. Bahkan lowongan pekerjaan yang ditawarkan melalui handphone, maka menulis lamaran melalui handphone juga perlu penyesuaian, misalnya dengan kalimat yang singkat, tepat bidikan, kena sasaran. Contoh Surat Lamaran Kerja ada dalam Lampiran makalah ini.


VI. Strategi Menghadapi Tes Wawancara

Tes Wawancara biasanya dilakukan bersamaan dengan Pengamatan (Observasi) yang tujuannya untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai kemampuan yang dimiliki oleh pelamar. Untuk jabatan-jabatan pimpinan strategis di suatu instansi atau perusahaan tes wawancara (bersamaan dengan observasi) dilakukan di ruang khusus yang tembus satu pandang (one ways screen) agar si pelamar dapat diamati selama proses wawancara berlangsung. Tes wawancara bisa dilakukan pada awal maupun akhir seleksi yang kedua-duanya dipakai sebagai bahan untuk mencocokan hasilnya dengan tes-tes yang lain (misalnya: team work test atau psychologycal
test
).

Tes wawancara bisa berupa tanya jawab atau perbuatan untuk mengungkap kognisi, bakat, persepsi, sikap, perhatian, minat, motif, afeksi dan aspek pribadi/psikologis lainnya, serta kemampuan akademik dan sikap prososial. Strategi menghadapi tes wawancara adalah seperti berikut:

  1. Persiapan fisik dan mental: fisik yang fresh (segar bersemangat) dan mental yang stabil sangat memberikan kontribusi yang besar pada saat wawancara. Oleh karena itu persiapkan diri baik-baik sebelum tes wawancara berlangsung. Cukup tidur, cukup istirahat, tidak memformulasikan diri dengan banyak masalah adalah strategi persiapan yang baik.

  2. Pahami karakteristik dan kebutuhan perusahaan: carilah informasi mengenai perusahaan di mana pelamar mengajukan Surat lamaran kerja melaui berbagai media (cetak, elektronik). Apa produk utama perusahaan, siapa pemiliknya, jenis perusahaan apa, bagaimana kultur perusahaan itu, kapan berdiri, perkiraan perkembangannya dalam persaingan dengan perusahaan lain bagaimana, apa saja yang menjadi tuntutan perusahaan dan tuntutan apa pula yang dibutuhkan jabatan yang diminati.

  3. Berdoalah sebelum berangkat memenuhi panggilan wawancara dan sebelum wawancara berlangsung

  4. Jangan terlalu optimis atau pesimis dalam wawancara. Jangan kalah sebelum bertanding tapi yakinkan bahwa dirinya akan berusaha seoptimal mungkin untuk menghadapi wawancara.

  5. Berpakaian serapih mungkin dan santun sebagai rasa saling menghormat antara dirinya dengan pewawancara. Perusahaan atau instansi tertentu mungkin mengajukan syarat-syarat tertentu dalam berpakaian waktu wawancara.

Tip waktu wawancara:

  1. Datang 15 – 30 menit sebelum wawancara

  2. Masuklah ke ruang wawancara sesuai yang diatur pewawancara, misalnya nomer urut, kelompok, dan sebagainya. Waktu berjalam menuju kursi wawancara mungkin sudah dilakukan penilaian melalui pengamatan (observasi). Berjalanlah wajar-wajar saja jangang membesar-besarkan (beta press) kondisi ruang wawancara.

  3. Ingat, kesan pertama menentukan kesan berikutnya, berilah salam terlebih dahulu dengan ramah dengan sikap hand-some, bila mungkin lakukan jabat tangan dengan kukuh, kendalikan penampilan, senyum dan siap humor, tunjukan minat yang sungguh untuk wawancara.

  4. Duduklah dengan tenang dan percaya diri. Waktu berhadapan dengan pewawancara, pandangan mata merupakan respon wajar terhadap pandangan mata pewawancara. Jangan suka membuang muka atau menundukkan kepala.

  5. Berikan jawaban secukupnya dengan bahasa yang baik dan benar, efisien, komunikatif, enak didengar, sistematis, logis, jelas dan rasional. Pengalaman berorganisasi sangat membantu keterampilan ini.

  6. Siap menyampaikan prestasi yang pernah diraih tanpa kebanggan yang berlebih.

  7. Bila diminta analisis berikan analisis kritis yang dapat membuka perspektif baru

  8. Siapkan pula beberapa pertanyaan kunci untuk disampaikan kepada pewawancara

  9. Sebelum wawancara diakhiri, sampaikan kepada pewawancara kapan keputusan hasilnya dapat diketahui.

  10. Akhiri wawancara dengan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan bila mungkin jabat tangan.

Kesalahan umum dalam wawancara:

  1. Datang terlambat untuk wawancara

  2. Penampilan tidak mengesankan misalnya berpakaian seadanya atau nampak terlalu norak

  3. Persiapan tergesa-gesa sehingga lupa bawa kartu peserta, surat panggilan, KTP, dan sebagainya

  4. Kurang memahami jabatan yang diinginkan, kurang memiliki informasi perusahaan yang diminati

  5. Terkesan kurang memiliki kedewasaan kepribadian (kecerdasan sosisal, kecerdasan emosionalnya rendah), ”nglokro”, kurang memilki agresifitas atapun antusiasme yang memadai.


VII. Strategi Menghadapi Tes Psikologi (psikotes)

Tes psikologis (Psiko tes) biasanya dipandang oleh para pelamar kerja sebagai sesuatu yang ”menakutkan” sehingga pada saat mengerjakan psiko-tes banyak pelamar yang kalah sebelum berperang, masa bodoh atau mengerjakan dengan penuh ketegangan. Padahal psiko-tes itu merupakan salah satu alat untuk membantu seseorang mengungkapkan dirinya dengan benar.
Tes Psikologis diartikan sebagai seperangkat perintah dan tugas yang harus dikerjakan testi (peserta tes) dan
berdasarkan prestasi yang diperoleh dalam mengerjakan tes yang dibandingkan dengan kriteria tes dilakukan pengelompokan prestasi tes. Tujuan Psiko-tes adalah untuk mengukur kemampuan dasar pelamar (IQ, bakat, minat, perhatian, dan sebagainya) sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan.

Tes Psikologi terdiri dari berbagai batere (instrumen) antara laian: Tes IQ, Tes Bakat (Umum-khusus), Tes Minat, Tes Perhatian, Tes Kecenderungan Sosial, Tes Perbuatan, Tes Keterampilan, dan sebagainya. Batere Tes yang digunkan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh lembaga yang menggunakan jasa tes. Tes Psikologi untu
Beberapa Tip Strategi menghadapi Psiko-tes adalah seperti beikut:k Pimpinan Perusahaan akan berbeda dengan Tes Psikologi untuk tenaga teknis. Tes Psikologi untuk pegawai kantor Pemda berbeda dengan tes psikologi untuk menjaring calon guru, dan sebagainya


1. Persiapan

  1. Jagalah kebugaran fisik dan mental setidaknya dua hari sebelum tes berlangsung. Kendalikan emosi dan pikiran dari hal-hal yang membebani dan menimbulkan konflik, misalnya: tidak mudah tersinggung, kurangi kecurigaan, tidak begadang, dan sebagainya.

  2. Jaga kesehatan, jangan memakan makanan atau melakukan aktifitas yang menimbulkan masalah sehingga menimbulkan gangguan kesehatan

  3. Aturlah jadwal kegiatan agar pada saatnya harus mengikuti Tes Psikologis siap berada di tempat

  4. Mungkin ada sedikit manfaat dengan melakukan latihan mengerjakan tes psikologis dalam buku-buku psikotes yang tersedia di toko-toko buku.

  5. Periksalah tempat/ruang tes dengan benar. Untuk itu pelamar minimal datang sehari sebelum tes untuk mengecek tempat/ruang tes

2. Pada saat menjalani Tes Psikologi.

  1. Berpakaianlah yang rapih sesuai dengan permintaan penyelenggara tes dan bawalah alat tulis secukupnya dan segera ke tempat tes minimla 30 menit sebelum tes berlangsung sebaiknya sudah sampai ke tempat tes. Jangan lupa membawa kelengkapan alat tulis dan kelengkapan adminitrasi.

  2. Berdoalah pada saat keluar dari tempat tinggal untuk menuju tempat tes

  3. Masuklah ke ruang tes dengan tenang

  4. Berdoalah sebelum mengerjakan tes

  5. Isilah identitas pada kolom yang tersedia sebelum mengerjakan tes dan konsentrasikan fikiran dan perhatian pada pengerjaan tes.

  6. Dengarkan baik-baik instruksi yang diucapkan atau dibacakan oleh instruktur tes karena instruktur tidak akan mengulang instruksi yang sudah disampaikan.

  7. Bekerjalah waktu ada perintah ”mulai” atau ”ya mulai” dan berhentilah waktu perintah ”stop” atau ”cukup”. Jangan memaksakan diri untuk terus bekerja sewaktu ada perintah ”stop” dengan harapan akan memperoleh skor lebih, karena yang terjadi akan sebaliknya yaitu tertinggal pada instruksi atau pekerjaan berikutnya.

  8. Tidak perlu terburu-buru ingin cepat selesai, gunakan waktu yang tersedia secara efisien.

  9. Tidak perlu meniru, menjiplak, melihat pekerjaan orang lain dalam mengerjakan tes psikologis, karena itu berarti tidak menggambarkan diri dengan benar.

  10. Hindari berpikir lama-lama pada satu persoalan tes, karena hal ini akan sangat merugikan dalam mengerjakan soal-soal lainnya.

  11. Kerjakan semua persoalan, tidak perlu berpikir benar salah. Karena pada hakekatnya semua jawaban tes adalah benar.

  12. Hindari melakukan kegiatan yang non produktif seperti pinjam penghapus, pinsil, melamun, dan sebagainya.


Selamat mencoba



LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • Contoh Surat Lamaran Kerja

  • Daftar Riwayat Hidup

  • Curriculum Vitae



Magelang, 10 Maret 2007
Perihal : Lamaran Pekerjaan
Lampiran : 1 (Satu) berkas
Kepada Yth:
Manajer Personalia PT. TIDAR PERKASA

Jl. Jenderal Achmad Yani 23 Kav. IV/B Gd. H. Lt. 7
Magelang - 50294


Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Pendidikan Terakhir : Sarjana Ekonomi Akutansi – Universitas Muhammadiyah Magelang

Bermaksud mengajukan lamaran pekerkjaan pada perusahaan Bapak

Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan:

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Fotokopi Ijasah Terakhir dan Transkrip Studi

3. Sertikat Kursus Bahasa Inggeris

4. Sertifikat Kursus Komputer

5. Sertifikat Brevet A dan B

Demikian, atas diterimanya Surat Lamaran Kerja ini, saya ucapkan terima kasih dengan harapan saya dapat diterima
untuk bekerja di perusahaan Bapak.


Hormat saya,



Dwi Hastuti Kusumawardhani

Magelang, 10 Maret 2007
Perihal : Lamaran Pekerjaan
Lampiran : 1 (Satu) berkas
Kepada Yth:
Manajer Personalia PT. BANK EKSEKUTIF INTERNASIONAL, Tbk
Jl. Tomang Raya Blok IX/G Lt. 4
Jakarta – 50199


Dengan Hormat,
Membaca iklan pada Harian Kompas tanggal 7 Februari 2007, saya berminat untuk melamar kerja pada Bagian Staff Accounting. Saya lulusan Universitas Muhammadiyah Magelang Jurusan Akutansi Tahun 2006, lulus dengan predikat Cumlaude. Saya menguasai Bahasa Inggeris, Komputer Program Windows Office dan Komputer Akutansi, serta memiliki Brevet A dan B, Brevet Perpajakan, beberapa sertifikat Kurfsus Perbankan, dan pengalaman beberapa bulan magang di Bank Muamalat.

Bila dikehendaki saya bersedia dipanggil untuk diwawancarai atau menjalani Psikotes. Sebagai bahan pertimbangan, fotokopi Ijasah, Transkrip Studi, sertifikat dan surat keterangan lain saya lampirkan bersama lamaran kerja saya ini.

Sambil menunggu panggilan dari Bapak, saya ucapkan terima kasih.


Hormat saya,



Ria Rumandhang Bulan

Jumat, 02 Mei 2008

KONSELING DI SEKOLAH *)

I. PENDAHULUAN

Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Selanjutnya disingkat Program BK) sudah berlangsung sejak awal Tahun 1963/1964 tetapi secara resmi masuk dalam Kurikulum Sekolah mulai T.A. 1975. Sejak itu Program BK berkembang dengan segala pasang surutnya sampai sekarang ini. Bagaimanapun Program BK (Dulu dikenal dengan Program Guidance and Counseling (GC), trus Program Bimbingan Penyuluhan (BP) dan sejak Kurikulum 1995 menjadi Program BK) banyak dibicarakan masyarakat khususnya masyarakat sekolah. Jujur diakui pembicaraan Program BK lebih miring ke citra Program BK yang kurang profesional. Sehingga banyak fihak memandang bahwa Program BK ada atau tidak ada ya tidak apa-apa. Benarkah??

Layanan Konseling di Sekolah (Ini tema yang seharusnya) adalah salah satu jenis layanan yang ada dalam Program BK di Sekolah. Tetapi dalam prakteknya layanan konseling lebih sering dibutuhkan dibandingkan dengan layanan bimbingan. Oleh karena itu seringpula dikatakan bahwa layanan konseling merupakan inti (jantung hati) program BK. Program BK pada dasarnya berupaya untuk melibatkan sebanyak mungkin fihak-fihak di sekolah, khususnya guru (dan bisa juga Ortu). Bagaimana halnya dengan layanan konseling? Layanan konseling profesional hanya dapat dilaksanakan oleh petugas yang memang dipersiapkan untuk menjadi konselor sekolah (Dulu Guru BP / BK). Meski demikian, Guru Bidang Studipun dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan layanan konseling, khususnya dalam “eksplorasi” data klien pada layanan konseling untuk masalah-masalah ringan yang tidak memerlukan pelibatan berbagai fihak. Jadi bagaimana konseling itu diselenggarakan??

II. MENGAPA DAN APA ITU KONSELING

Manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap-tahap pertumbuh kembangnya. Dalam setiap tahap pertumbuh-kembangannya, manusia memilki tugas-tugas pertumbuh-kembangan yang harus diselesaikan. Kegagalan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas pertumbuh-kembangannya berakibat individu mengalami masalah (Shertzer, B. & Stone. 1980). Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua individu sukses dalam menyelesaikan tugas-tugas pertumbuh-kembangannya. Ada individu yang gagal pada tahap awal pertumbuh-kembangan, ada pula yang gagal pada tahap tengah pertumbuh-kembangan, ada pula yang gagal pada tahap akhir pertumbuh-kembangannya. Demikian juga respon yang diberikan, akan berlainan bentuknya pada setiap individu yang tidak sukses menyelesaikan tugas-tugas pertumbuh-kembangan. Agar respon yang ditampilkan oleh individu yang mengalami kegagalan dalam menyelesaikan pertumbuh-kembangannya, tidak menimbulkan ancaman bagi lingkungannya, maka lingkungan perlu memberi bantuan kepada individu bersangkutan.

Siswa SLTA adalah individu yang sedang berada pada tahap pertumbuh-kembangan remaja, dalam mana banyak badai dan goncangan-goncangan yang mengejutkan remaja itu sendiri Steiberg. 1993). Masa remaja adalah masa peralihan, di mana individu banyak menemui perubahan-perubahan. Masa remaja juga merupakan masa di mana individu sedang dalam proses menemukan indentitas diri (self identity) dalam rangka menemukan jawaban atas pertanyaan pokok “Who am I” (Rogers .1985, Steinberg. 1993, Papalia & Olds. 1995). Banyak hambatan dan gangguan yang menghadang proses penemuan self ldentity. Individu yang mengalami hambatan dan gangguan dalam proses menemukan identitas dirinya akan berakibat remaja mengalami krisis identitas (identity crysis). Selanjutnya apabila remaja gagal dalam menangani krisis identitas (identity crisis solution) mengakibatkan munculnya perilaku menyimpang (malajustmen) yang bentuknya bermacam-macam mulai dari yang positip, agak positip, negatip sampai sangat negatip, misalnya: sangat tekun belajar, corat-coret di sembarang tempat, konflik dengan ortu, dan terlibat tindak kekerasan-kriminal (abuse) dan penggunaan obat-obat terlarang (napza).

Sekolah memilki kuwajiban untuk mencegah dan menangani siswa-siswa yang ditengarai atau kemungkinan mengalami krisis identitas, diminta atau tidak diminta. Itulah sebabnya, sekolah diwajibkan melaksanakan Program BK yang salah satu bentuk layanannya adalah penyelenggaraan layanan konseling. Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada siswa agar siswa mampu memahami jati dirinya (true self), mamahami masalahnya, merancang alternatif pemecahan dan mengambil keputusan. Masalahnya adalah bagimana menyelenggarakan layanan
konseling? Bagaimana keterlibatan Guru-guru, Guru BK dan Wali Kelas dalam penyelenggaraan layanan konseling.

III. Layanan Konseling di Sekolah

1. Bentuk layanan

Layanan konseling merupakan salah satu jenis layanan dalam Program BK Pola 17 di Sekolah. Layanan konseling diselenggarakan dalam dua bentuk, yaitu: (1) Layanan Konseling Perorangan, dan (2) Layanan Konseling Kelompok. Kedua layanan konseling tersebut diselenggarakan secara menyeluruh pada empat bidang bimbingan, yang secara ringkas meliputi :
BIDANG LAYANAN: BIMBINGAN PRIBADI, BIMBINGAN SOSIAL, BIMBINGAN BELAJAR, dan
BIMBINGAN KARIR

Layanan Individual meliputi:membahas dan mengentaskan masalah-2 pribadi siswa, membahas dan mengentaskan masalah-2 hubungan sosial siswa, membahas dan mengentaskan masalah-2 belajar siswa, membahas dan mengentaskan masalah-2 pilihan pekerjaan dan pengembangan karir. Layanan bimbingan kelompok meliputi: membahas dan mengentaskan masalah-2 pribadi siswa dengan media kelompok, membahas dan mengentaskan masalah-2 hubungan sosial siswa dengan media kelompok, membahas dan mengentaskan masalah-2 belajar siswa dengan media kelompok, membahas dan mengentaskan masalah-2 pilihan pekerjaan dan pengembangan karir dengan media kelompok

2. Karakteristik Masalah

Layanan konseling
diselenggarakan untuk masalah-masalah individual yang bersifat pribadi dan layak untuk dipecahkan melalui konseling. Dengan demikian, masalah-masalah umum cukup ditangani melalui layanan bimbingan. Masalah yang layak ditangani dengan konseling apabila memiliki karakteristik seperti berikut (Prayitno. 1997):
masalahnya cukup serius, selalu mengganggu perasaan dan pikiran dan individu tidak mampu memecahkan sendiri permasalahannya. Bila masalah yang dihadapi tidak terpecahkan akan menimbulkan dampak negatif yang lebih luas baik bagi individu bersangkutan maupun bagi fihak lain, serta menimbulkan masalah baru bagi Individu dan membutuhkan bantuan agar dirinya dapat hidup lebih efektif dan produktif, selaras dan seimbang perilakunya, serta sehat dan sejahtera mentalnya. Untuk itu diperlukan fihak yang berwenang dan dapat memberikan layanan profesional untuk menuntaskan penyelesaian masalahnya. Di sinilah Konselor sekolah memiliki komitment dan berkompetent memberikan layanan konseling

3. Prinsip-prinsip

Agar konseling dapat diselenggarakan dengan benar dan sesuai dengan makna konseling, maka beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah:

  1. Layanan konseling merupakan bagian penting dari Program BK di sekolah dan merupakan bagian integral dari keseluruhan Program Sekolah
  2. Layanan konseling melibatkan dua orang (konseling individual) atau lebih (konseling kelompok) yang proses penyelesaian masalahnya melalui serangkaian interview sebagai metode pokok
  3. Proses konseling merupakan proses pembelajaran di mana klien melakukan perubahan foundamental dalam sikap, perasaan dan tindakan
  4. Proses konseling lebih mengutamakan penghayatan emosional dari pada rasional intelektual
  5. Relasi dalam konseling bersifat khas antara klien dan konselor
  6. Konselor berwenang dan berkompeten menyelenggarakan konseling

Dengan prinsip seperti tersebut di atas, layanan konseling diselenggarakan dengan tahapan seperti berikut :

  • Tahap I : Menjalin Rapport (Relasi awal yang baik dan kondusif untuk konseling)
  • Tahap II : Kontrak kasus, menyepakati apa – apa yang akan dilakukan
  • Tahap III: Eksplorasi data, memotivasi klien untuk menyatakan diri
  • Tahap IV: Diagnosis, menentukan kekuatan dan kelemahan klien
  • Tahap V: Prognosis, menyusun rencana perlakuan
  • Tahap VI: Tritmen, melaksanakan terapi dan aktualisasi keputusan
  • Tahap VII: Evaluasi dan tindak lanjut

Dengan prinsip dan tahapan penyelenggaraan layanan konseling seperti tersebut di atas jelaslah, bahwa kegiatan layanan konseling dan juga Program BK pada umumnya berbeda dengan penyelenggaraan layanan pendidikan atau pembelajaran, yang dengan demikian Profesi Guru juga berbeda dengan Profesi Konselor meski bekerja pada lapangan yang sama. Lebih jauh, perbedaan ini mengandung makna bahwa keberadaan Program BK tidak mengada-ada atau sekedar ornamen (hiasan) agar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah tampak sama seperti yang diundangkan.

Keberadaan Program Pendidikan-pengajaran, Program BK, Program Administrasi Supervisi adalah sama statusnya, yaitu program wajib di sekolah dan memiliki hubungan integral, yang satu sama lain saling melengkapi dan memiliki saling ketergantungan. Inilah yang sekiranya perlu disadari bersama, bahwa berkumpulnya berbagai profesi dalam proses belajar-pembelajaran di sekolah, seyogyanya satu sama lain saling mengakui dan saling menghargai, serta saling membantu.

4. Perkiraan Volume Kegiatan

Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa layanan konseling di sekolah adalah salah satu kegiatan dalam program BK di sekolah dan merupakan bagian integral dari keseluruhan program sekolah. Dengan rasio ideal 1 : 150 untuk konselor, 1 : 40 untuk Kasek berpendidikan S1 BK, dan 1 : 75 untuk Wakasek berpendidikan S1 BK, maka volume kegiatan konseling tersebar seperti berikut :

Tabel 1: Perkiraan Volume Kegiatan

Layanan dan Pendukung Program BK ****)





















































































NoJenis LayananVolume Kegiatan (%)Keterangan
1Layanan Orientasi4 – 6 *)
2Layanan Informasi10 – 12
3Layanan Penenmpatan5 – 8
4Layanan Pembelajaran12 – 15
5Layanan Konseling Perorangan / Indiv12 – 15
6Layanan Bimbingan Kelompok15 – 20
7Layanan Konseling Kelompok12 – 15
8Aplikasi Instrumentasi4 – 8
9Himpunan Data - **)
10Konferensi Kasus5 – 8
11Kunjungan Rumah5 – 8
12Alih Tangan Kasus0 - 2 ***)
J u m l a h100 %

Sumber: Seri Pemandu Pelaksanaan Program BK di Sekolah. Buku IV

*) Layanan Orientasi dilaksanakan wajib dilaksanakan setiap awal Tahun Ajaran

**) Himpunan Data dilaksanakan sepanjang Tahun Ajaran

***) Konferensi Kasus diselenggarakan bila dipandang perlu

****) Setiap kegiatan yang berupa tatap muka berlangsung selama + 45 menit. Pelaksanaan berbagai jenis layanan BK tidak harus dalam setting kelas

5. Peran Guru dan Wali Kelas dalam Program BK

Program BK di sekolah tidak mungkin diselenggarakan tanpa keterlibatan guru dan fihak-fihak lain di sekolah. Guru bidang studi khususnya, sebagai tenaga ahli pengajaran dan atau praktik dalam bidang studi atau program latihan tertentu, dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa dapat dilibatkan dalam pelaksanaan Program BK, termasuk dalam layanan konseling.

A. Tugas Guru dalam Program BK di sekolah

  1. Membantu memasyarakatkan program BK kepada siswa dan orang tua siswa
  2. Membantu mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami masalah sekaligus dengan pengumpulan datanya
  3. Mengalih tangankan (referal) siswa yang mengalami masalah kepada Guru BK / Konselor
  4. Menerima alih tangan dari Guru BK / Konselor, klien yang menurut Guru BK / Konselor memerlukan layanan pengajaran, seperti: pengajaran perbaikan (pengajaran remidi), latihan metode belajar, program pengayaan dan sebagainya)
  5. Membantu mengembangkan suasana kelas yang kondusif bagi terlaksananya Program BK
  6. Memberikan fasilitas bagi siswa yang memerlukan bantuan layanan BK
  7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penyelenggaraan BK, misalnya dalam konferensi kasus, informasi dan orientasi, dan sebagainya
  8. Membantu mengumpulkan informasi atau data untuk keperluan Evaluasi Program BK dan tindak lanjut

B. Tugas Wali Kelas

  1. Membantu Guru BK / Konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya
  2. Membantu Guru Bidang Studi melaksanakan perannya dalam Program BK, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya
  3. Membantu memberikan kesempatan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk menjalani layanan atau kegiatan BK
  4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus BK, misalnya dalam konferensi kasus, informasi dan orientasi, dan sebagainya
  5. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan BK kepada Guru BK / Konselor

Dalam layanan konseling Guru Bidang Studi maupun Wali Kelas dapat berperan khususnya dalam identifikasi data klien.

6. Dimensi-dimensi Konseling

Konseling diselenggarakan dengan berbagai dimensi, seperti berikut (Aisha. 2004):

  • Dari prosesnya, konseling dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Konseling Direktif, dan (2) konseling Non-direktif
  • Atas dasar jenis masalahnya, konseling juga dibagi dua, yaitu: konseling individual, dan (2) konseling kelompok
  • Atas dasar setting waktu, konseling dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) konseling reguler, dan (2) konseling cepat (speed counseling)
  • Atas dasar spektrumnya, konseling terdiri dari : (1) konseling terpusat (Centered Counseling), dan (2) konseling kolaboratif
  • Dilihat dari model pendekatannya, konseling terdiri dari: (1) konseling psikoanalisis, (2) Konseling behavioristik, (3) Konseling Humansitik, (4) konseling Eksistensial, (5) konseling Rasional-Emotif, (6) Konseling perilaku-kognisi (cognitive-behavior), (7) Konseling Gestalt, (8) Konseling Berpusat pada Klien (Client-Centered)

7. Penutup

Program BK di sekolah termasuk di dalamnya program Layanan Konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan Program Sekolah. Pada dasarnya Program BK di sekolah melibatkan secara proporsional semua fihak yang ada di sekolah. Layanan konseling sebagai bagian terpenting dalam Program BK harus dilaksanakan oleh orang yang berwenang dan mampu secara
akademis dan profesional (Sarjana S1, S2, dan S3 BK), agar sesuai dengan prinsip-prinsip hakekat konseling. Penugasan Guru dan konselor yang tidak sesuai dengan kegiatan profesionalnya, akan berakibat memudarnya kesadaran profesional dan menurunnya kualitas profesi yang bersangkutan. Guru, Wali Kelas dapat dilibatkan dalam Layanan Konseling, sebatas pada konseling untuk masalah-masalah yang tergolong ringan, khususnya untuk identifikasi data siswa.

Semarang, Awal Tahun 2006

Bacaan Rujukan

Cormier, W.H. & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies for Helper Foundamentals Skills and Cognitive Behavioral Intervention (2nd ed.). Monterey-California. Brooks/Cole Publishing, Co

Depdikbud. (1996). Seri Penduan Pelaksanaan Program BK di SMA (Buku IV). Jakarta. Dikdasmen

Dupont-Joshua, Aisha.(2003). working Inter-Culturally in Counselling Setting. Taylor & Francis Group. Hove And New York. Brunner-Routledge

Neenan Michael & Dryden Windy. (2004). Cognitive Therapy: 100 Key Points & Teckniques. Taylor & Francis Group. Hove And New York. Brunner-Routledge.

Prayitno.(1996). Bimbingan Konseling di sekolah. Jakarta. Dirjen Dikti – P3G

Sciarra, Daniel. (2004). School Counseling: Foundations and Contemporary Issues. Singapore. Thomson Brookes Cole

Steinberg, L. (1993). Adolescence. International Ed. New York. Mc Graw-Hill. Inc.

_______________________________________ *) Disampaikan dalam Pelatihan Guru-guru/Guru BK/Wali Kelas Program Prevention Unit – SMA 17 Agustus 1945: 11 – 12 Januari 2006 di Semarang **) Dosen BK FIP UNNES

Kamis, 01 Mei 2008

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Latar Belakang

Perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan dahsyat yang ditandai dengan temuan – temuan spektakular di bidang Iptek dan informasi, di satu sisi memberikan dampak positip yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia, tetapi pada saat yang bersamaan di sisi lain berakibat munculnya masalah – masalah pelik di sekitar, seputar dan pada diri manusia itu sendiri, yang pada ujungnya munculnya perubahan masyarakat dalam semua sektor kehidupan.
Kehidupan masyarakat menjadi terukur secara grafik dan numerik, perilaku manusia semata – mata dilihat dari produk nyata yang dapat diukur sesegera mungkin, yang oleh J. Naisbit (1998) disebut sebagai “economic behavior”. Perilaku yang bermuatan nilai–nilai keagamaan, keluhuran , moral, kemanusiaan dan kemasyarakatan menjadi terabaikan karena sukar diukur dan produknya tidak segera dapat terasakan. Dalam masyarakat yang begitu canggih seperti yang kita rasakan sekarang ini, manusia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.

Kondisi seperti dilukiskan di atas, tak ayal merasuk, menghunjam dalam – dalam pada kehidupan generasi muda dan sekolah sebagai bagian dari masyarakat. Generasi muda kehilangan tokoh yang dapat “digugu” dan “ditiru”. Sekolah kehilangan “mandat mulia” dari masyarakat untuk diberikan kepada generasi muda. Nilai (values) di sekolah tidak lagi sama dengan nilai dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.

Sebagai ilustrasi, beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa dewasa ini menunjukkan: 37 % siswa kurang peduli terhadap nilai untuk menghormati sesama termasuk hormat kepada guru, 33 % siswa suka berbohong, dan 30 % siswa kurang peduli terhadap hasil belajarnya (Afif Zamzani. 1995). Juga terungkap 51, 1 % siswa memiliki perilaku temperamental dan suka berkelahi, 25 % siswa suka menyontek, 23,9 % siswa suka mencoret – coret bangku dan didnding sekolah ( Simanjuntak, 1989).

Dan ketika kita sebagai pendidik menyadari, bahwa diri kita sebagai bangsa sedang carut marut keadaannya, kita tersentak: tidakkah kita perlu mencari solusi? Akankah kita menciptakan generasi muda yang lemah? Apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi semua itu?

Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diajukan adalah:
  1. Apa itu pendidikan Budi Pekerti ?
  2. Apakah pendidikan budi pekerti perlu diberikan?
  3. Metode apa yang dapat digunakan untuk pembelajaran Budi Pekerti?
  4. Bagaimana pengorganisasian Pendidikan Budi Pekerti dalam kurikulum

Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

  1. Etimologis :
Sansekerta : Budi = budd yang berarti kesadaran, pemahaman Kecerdasan, pikiran
Pekerti = aktualisasi, penampilan
Arab : budi pekerti = akhlak

  1. Konsepsional : Budi Pekerti adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan) dalam perilaku sehati – hari yang mencerminkan nilai – nilai jati diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
  2. Operasional : Pendidikan Budi Pekerti adalah usaha sadar untuk membentuk perilaku peserta didik yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, karya dan hasil karya berdasarkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan ( Kunaryo, H. 2003).

Atas dasar batasan konsepsional dan operasional tersebut, maka ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti mencakup :
A. Dimensi nilai – nilai keagamaan ( Spiritual Values) atau keyakinan, meliputi :

  1. Ketaqwaan
  2. Keikhlasan
  3. Rasa syukur
  4. Perbuatan baik (amalan shalihah)
  5. Standarisasi benar dan salah

B. Dimensi Nilai – nilai kemandirian

  1. Harga Diri
  2. Disiplin
  3. Etos Kerja
  4. Bertanggung jawab
  5. Keberanian dan semangat
  6. Keterbukaan
  7. Pengendalian Diri
  8. Kepribadian Mantap
  9. Berpikir Positip

C. Dimensi Nilai – nilai Kemanusiaan (Human Values)

  1. Kejujuran
  2. Teguh memgang janji
  3. Cinta dan kasih sayang
  4. Kebersamaan dan gotong royong (Patembayan)
  5. Kesetiakawanan
  6. Tolong menolong
  7. Tenggang Rasa (Tepo Sliro)
  8. Saling menghormati
  9. Tata Krama dan sopan santun
  10. Rasa malu

Dimensi – dimensi tersebut secara akumulatip tercermin dalam perilaku sehari – hari, dan secara umum orang akan menetapkan kriteria perilaku yang berbudi pekerti yaitu:

  1. Teguh memegang dan melaksanakan ajaran agama
  2. Melaksanakan nilai – nilai luhur dalam Pancasila
  3. Medatangkan kebahagiaan
  4. Mampu mengendalikan diri
  5. Patuh terhadap hukum dan perundang – undangan yang berlaku
  6. Saling menghormati dan penuh tepo sliro
  7. Mengikuti hati nurani
  8. Melandasi semua perilakunya dengan niat baik
  9. Mendapat pengakuan umum

2. Pendidikan Budi Pekerti

Manusia lahir dalam keadaan murni, tidak berdosa, bagaikan kertas putih bersih. Manusia menjadi hitam atau putih karena lingkungannya. Seandainya toh manusia itu tumbuh dan berkembang sendiri tanpa sentuhan apapun, maka kecenderungannya pertumbuh kembangan manusia akan mengikuti garis menurun, sehingga keadaan manusia pada saat kelahirannya akan lebih baik dibanding saat kematiannya.

Untuk itu sebelum seorang anak mampu berpikir logis dan memahami hal – hal yang abstrak, serta belum mampu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan belum memahmi siapa dirinya dan siapa orang lain, maka contoh – contoh, pembiasaan – pembiasaan (habit forming), arahan – arahan, pembimbingan sangat perlu diberikan kepada anak, bahkan sebelum seorang anak manusia lahir ke dunia. Pemberian contoh dan pembiasaan – pembiasaan harus dilakukan oleh manusia dalam situasi kemanusiaan.


Masa kanak – kanak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan semua nilai – nilai yang diperlukan dalam khidupan. Al – Ghazali sangat menganjurkan agar dalam mendidik akhlak anak, dilakukan dengan pemberian contoh dan pembiasaan dan latihan – latihan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga meskipun contoh, latihan dan pembiasaan diberikan secara keras atau paksa, anak akan tetap mampu melaksanakan, yang pada gilirannya akan mampu membentuk sikap baik pada anak, yang lambat laun sikap baik itu akan semakin jelas, kuat dan teguh keberadaannya pada diri anak dan tiodak mudah tergoyahkan oleh intervensi apapun.


Atas dasar uraian di atas, maka pendidikan budi pekerti sangat perlu diberikan kepada manusia, sejak manusia masih ada dalam kandungan, agar dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia tidak terlanjur menjadi makhluk yang berbuat ini itu tanpa didasari oleh kesadaran diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai kuwajiban berbakti kepada Tuhan dan mencintai
sesamanya.

Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk : (1) Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi kagamaan, kesusilaan, dan kemandirian, (2) Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata, dan bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhru bangsa Indinesia yang tercermin dalam dimensi kegamaan, kesusilaan, kemandiriran, dan (3) Menciptakan suasana sekolah yang kondusip untuk berlangsungnya pembentukan budi pekerti yang luhur.

3. Metoda Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan Budi Pekerti sebagai suatu meateri pembelajaran tidak hanya sebatas agar anak tahu, hafal dan mengerti saja. Lebih dari itu pendidikan budi pekerti juga dimaksudkan agar anak memahami, menghayati, tercermin dalam kepribadiannya, dan melaksanakan dalam kehidupan sehari – hari. Hasil pembelajaran yang demikian menuntut para pelaksana pembelajaran (guru / pendidik) untuk mampu menggunakan metode yang tepat agar pendidikan budi pekerti mampu menghasilkan manusia – manusia berbudi pekerti. Metode – metode yang dimaksud adalah:

  1. Pemberian contoh yang baik (Uswatun Khasanah)
  2. Penggunaan cara dan bahasa yang baik ( Moidoh Khasanah)
  3. Pembiasaan dan latihan (Al – Ghazali)
  4. Pemberian pengalaman (Zakiah Dradjat)
  5. Dongeng dan kisah yang baik (Zakiah Drajat)
  6. Penciptaan situasi yang mendukung (A. Maslow)
  7. Penanaman dan penghayatan Kesadaran (Piagiet)
  8. Pelaksanaan kaidah – kaidah dan peraturan – peraturan (Piagiet)
  9. Ngerti – ngrasa – nglakoni (Ki Hadjar Dewantara)
  10. Pemamongan (Ki Hadjar Dewantara)
  11. Indoktrinasi

4. Pengorganisasian Pendidikan Budi Pekerti dalam Kurikulum

Pengorganisasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Kurikulum tidak dalam bentuk mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi dalam bentuk integrasi dalam mata pelajaran / Bidang Stusi. Konsekuensinya, setiap Guru Bidang Studi harus mampu mempenetrasikan muatan – muatan Pendidikan Budi Pekerti dalam pembelajaran Bidang Studi yang diampu. Ini bukan pekerjaan yang ringan. Terlebih lagi ketika guru harus memasukan banyak sekali materi Bidang Studi yang
diampu dalam benak peserta didik.

Oleh karena itu, Ki Hadjar Dewantara memberikan cara yang metodis – pedagogis, bahwa Pendidikan Budi Pekerti diberikan melalui “pamong”, yang biasanya diberikan oleh guru – guru yang relatip senior dan banyak pengalaman, dan penampilannya berbudi luhur dan menjadi panutan lingkungan. di samping itu Pendidikan Budi Pekerti juga suharusnya diberikan secara spontan dan okasional , artinya guru atau pamong budi pekertinya tercermin dalam pribadinya di manapun dan kapanpun berada.


5. Penutup

Pendidikan Budi Pekerti sebagai bagian integral dari proses belajar- mengajar, bukanlah sesuatu yang diada – adakan, tetapi keharusan yang ada dalam proses pembelajaran. Pendidikan Budi Pekerti kemarin – kemarin agaknya terabaikan karena kita semua mengejar akal. Akal tanpa budi muncul dalam bentuk “akal – akalan”. Semoga dengan informasi yang singkat ini, ketika kita terhenyak betapa diri kita sekarang ini, kita akan mulai menyadari bahwa diri kita adalah pribadi utuh ciptaan Allah Subhana Huwa Ta’ala yang wajib berbakti kepada-Nya dan mencintai sesamanya. Amien

Bumi Tlogosari, 12 Rabiul Awal 1423 H