Minggu, 04 Mei 2008

MENYIKAPI MUSIBAH

Dalam menghadapi musibah diperlukan sikap tenang, waspada dan hati-hati. Sikap ini setidaknya akan mengurangi resiko yang timbul akibat musibah. Datangnya musibah tidak dapat diperkirakan oleh karena itu hanya kepada Pencipta alam inilah kita berserah diri dalam menghadapi musibah sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:

“ Yaitu orang-2 yang apabila ditimpa musibah , mereka mengucapkan: innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”( Al Baqarah:156)

“Tidak ada sesatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (At Taghaabun: 11)

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya; Maha benar Allah dengan segala ciptaan-Nya, dan tidak ada yang sia2. Maha benar Allah dengan segala kuasa-Nya, kuasa mendatangkan gelombang laut, kuasa menghadirkan gempa bumi, kuasa mengalirkan angin puting beliung, bahkan topan siklon sekalipun, kuasa dalam mendatangkan musibah dan bencana

Coba kita renungkan, rasanya Negara kita dari hari kehari tak henti hentinya dirundung musibah. Musibah di bagian barat berhasil ditangani, muncul musibah baru di belahan timur. Di belahan timur ditangani, muncul musibah di bagian utara. Begitu seterusnya, sepertinya lingkungan hidup kita adalah rangkaian musibah. Rasanya capai kita mendengar berita musibah, apalagi mereka yang menangani musibah, dan lebih2 lagi yang tertimpa musibah. Allahu Akbar Subhanallah
Sebenarnya musibah yang datang kepada kita tidak meninggalkan kerugian apapun kalau kita dapat menyikapinya dengan benar. Ada tiga golongan manusia dalam menyikapi musibah

Pertama: Golongan manusia yang rugi, yaitu orang2 yang dalam menghadapi musibah tidak tidak melakukan perubahan apapun pada dirinya. Musibah hanya dihadapi dengan tangisan, dengan renungan duka, sedih berkepanjangan, merasa kehilangan yang amat sangat, dan bahkan berputus asa bunuh diri. Dalam keadaan musibah bahkan ada orang2 yang tampak membantu tetapi sebenarnya mereka menggelap kan, mencuri, mengkorup harta korban musibah. Mereka lupa kepada Sang Pencipta musibah. Mereka tidak mau belajar dari musibah. Perilaku yang demikian sama saja dengan membuat hari ini sama dengan hari kemarin. Tidak ada perubahan apapun setelah musibah terjadi .. rugilah dia.

Kedua: Golongan manusia yang celaka, yaitu mereka yang menghadapi musibah dengan penyesalan, menyumpahi bahkan lari menjauh dari Sang Pencipta musibah, Allah Robbbul ‘Alamin. Dan sebaliknya mereka lebih percaya kepada tahayul, misalnya: bahwa musibah terjadi karena kurang sesaji, untuk mencegah musibah selanjutnya harus memakai aji2, atau menghafal sejumlah rapalan, atau sedekah ke tengah laut. Datangnya musibah tidak membuat mereka tafakur dan tawadlu’ kepada Allah Subhanahuwata’ala. Padahal datangnya gempa, gunung meletus, banjir, penyakit, dana bencana2 lain tidak seberapa kerugiannya dibandingkan dengan tanggalnya iman seseorang. Dan ini sering dan sering sekali ada dalam kehidupan sehari-hari. Sekedar mendengar berita duka mengucapkan inna lillaahi wa inna illaihi rojiun, tetapi meninggalkan salat, tidak berjakat, meninggal kan puasa, tidak ada sepotong ucapan apapun; padahal ini merupakan musibah besar. Meninggalkan kuwajiban ibadah dianggap sebagai urusan mudah dan kecil, bisa diurus nanti-nanti. Astaghfirullah hal azim

Sikap yang demikian sebenarnya menjadikan hari ini lebih buruk dari hari kemarin.. celakalah mereka

Ketiga: Golongan manusia yang beruntung yaitu orang2 yang dalam menghadapi musibah bersikap tawadlu’ tafakur, seraya mengucap “innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”

Golongan orang2 yang beruntung ini menyikapi musibah sebagai pelajaran sehingga mereka menjadi lebih cerdas. Mereka memandang bahwa musibah adalah kehendak Allah Rabbul Izzali, sebagaiman telah disampaikan pada awal kutbah ini, yaitu:

“Tidak ada sesatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (At Taghaabun: 11)

Golongan orang2 yang beruntung ini, meyakini benar bahwa semua ciptaan Allah pasti tidak sia2 dan pasti ada manfaatnya” Robbanaa maa kholaqta haadza batila”, termasuk datangnya musibah. Dari musibah kita bisa belajar banyak hal, sehingga kita bisa lebih cerdas. Dari musibah kita bisa belajar lebih banyak

untuk berubah menjadi lebih baik dalam pengabdian kita kepada Allah. Dari musibah kita harus lebih taqorub kepada Allah, karena gunung, hutan, lautan, udara, gempa, gelombang, kelaparan, penyakit dan semua semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah. Kepada-Nyalah kelak semua akan kembali. Kata kuncinya adalah”

“ Yaitu orang-2 yang apabila ditimpa musibah , mereka mengucapkan: innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un”( Al Baqarah:156)

Oleh karena itulah, marilah kita selalu berupaya memperbaiki diri dalam berbakti kepada Allah dengan cara selalu menampilkan prestasi terbaik kita agar dapat bermanfaat bagi lingkungan kita. Janganlah kita termangu dan berlebihan dalam menghadapi musibah. Dengan musibah, hari-hari kita selanjutnya harus menjadi lebih baik agar kita menjadi orang yang beruntung

Sebagaimana sabda Rasulalloh SAW, yang artinya:

Orang yang hari ininya sama dengan hari kemarin adalah orang yang rugi, dan orang yang hari ininya lebih jelek dari hari kemarin adalah orang yang celaka. Beruntunglah orang yang hari esoknya lebih baik dari hari ini. Semoga kita selalu menjadi orang yang beruntung, Amiien

Tidak ada komentar: