Kamis, 01 Mei 2008

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Latar Belakang

Perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan dahsyat yang ditandai dengan temuan – temuan spektakular di bidang Iptek dan informasi, di satu sisi memberikan dampak positip yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia, tetapi pada saat yang bersamaan di sisi lain berakibat munculnya masalah – masalah pelik di sekitar, seputar dan pada diri manusia itu sendiri, yang pada ujungnya munculnya perubahan masyarakat dalam semua sektor kehidupan.
Kehidupan masyarakat menjadi terukur secara grafik dan numerik, perilaku manusia semata – mata dilihat dari produk nyata yang dapat diukur sesegera mungkin, yang oleh J. Naisbit (1998) disebut sebagai “economic behavior”. Perilaku yang bermuatan nilai–nilai keagamaan, keluhuran , moral, kemanusiaan dan kemasyarakatan menjadi terabaikan karena sukar diukur dan produknya tidak segera dapat terasakan. Dalam masyarakat yang begitu canggih seperti yang kita rasakan sekarang ini, manusia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.

Kondisi seperti dilukiskan di atas, tak ayal merasuk, menghunjam dalam – dalam pada kehidupan generasi muda dan sekolah sebagai bagian dari masyarakat. Generasi muda kehilangan tokoh yang dapat “digugu” dan “ditiru”. Sekolah kehilangan “mandat mulia” dari masyarakat untuk diberikan kepada generasi muda. Nilai (values) di sekolah tidak lagi sama dengan nilai dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.

Sebagai ilustrasi, beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa dewasa ini menunjukkan: 37 % siswa kurang peduli terhadap nilai untuk menghormati sesama termasuk hormat kepada guru, 33 % siswa suka berbohong, dan 30 % siswa kurang peduli terhadap hasil belajarnya (Afif Zamzani. 1995). Juga terungkap 51, 1 % siswa memiliki perilaku temperamental dan suka berkelahi, 25 % siswa suka menyontek, 23,9 % siswa suka mencoret – coret bangku dan didnding sekolah ( Simanjuntak, 1989).

Dan ketika kita sebagai pendidik menyadari, bahwa diri kita sebagai bangsa sedang carut marut keadaannya, kita tersentak: tidakkah kita perlu mencari solusi? Akankah kita menciptakan generasi muda yang lemah? Apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi semua itu?

Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diajukan adalah:
  1. Apa itu pendidikan Budi Pekerti ?
  2. Apakah pendidikan budi pekerti perlu diberikan?
  3. Metode apa yang dapat digunakan untuk pembelajaran Budi Pekerti?
  4. Bagaimana pengorganisasian Pendidikan Budi Pekerti dalam kurikulum

Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

  1. Etimologis :
Sansekerta : Budi = budd yang berarti kesadaran, pemahaman Kecerdasan, pikiran
Pekerti = aktualisasi, penampilan
Arab : budi pekerti = akhlak

  1. Konsepsional : Budi Pekerti adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan) dalam perilaku sehati – hari yang mencerminkan nilai – nilai jati diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
  2. Operasional : Pendidikan Budi Pekerti adalah usaha sadar untuk membentuk perilaku peserta didik yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, karya dan hasil karya berdasarkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan ( Kunaryo, H. 2003).

Atas dasar batasan konsepsional dan operasional tersebut, maka ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti mencakup :
A. Dimensi nilai – nilai keagamaan ( Spiritual Values) atau keyakinan, meliputi :

  1. Ketaqwaan
  2. Keikhlasan
  3. Rasa syukur
  4. Perbuatan baik (amalan shalihah)
  5. Standarisasi benar dan salah

B. Dimensi Nilai – nilai kemandirian

  1. Harga Diri
  2. Disiplin
  3. Etos Kerja
  4. Bertanggung jawab
  5. Keberanian dan semangat
  6. Keterbukaan
  7. Pengendalian Diri
  8. Kepribadian Mantap
  9. Berpikir Positip

C. Dimensi Nilai – nilai Kemanusiaan (Human Values)

  1. Kejujuran
  2. Teguh memgang janji
  3. Cinta dan kasih sayang
  4. Kebersamaan dan gotong royong (Patembayan)
  5. Kesetiakawanan
  6. Tolong menolong
  7. Tenggang Rasa (Tepo Sliro)
  8. Saling menghormati
  9. Tata Krama dan sopan santun
  10. Rasa malu

Dimensi – dimensi tersebut secara akumulatip tercermin dalam perilaku sehari – hari, dan secara umum orang akan menetapkan kriteria perilaku yang berbudi pekerti yaitu:

  1. Teguh memegang dan melaksanakan ajaran agama
  2. Melaksanakan nilai – nilai luhur dalam Pancasila
  3. Medatangkan kebahagiaan
  4. Mampu mengendalikan diri
  5. Patuh terhadap hukum dan perundang – undangan yang berlaku
  6. Saling menghormati dan penuh tepo sliro
  7. Mengikuti hati nurani
  8. Melandasi semua perilakunya dengan niat baik
  9. Mendapat pengakuan umum

2. Pendidikan Budi Pekerti

Manusia lahir dalam keadaan murni, tidak berdosa, bagaikan kertas putih bersih. Manusia menjadi hitam atau putih karena lingkungannya. Seandainya toh manusia itu tumbuh dan berkembang sendiri tanpa sentuhan apapun, maka kecenderungannya pertumbuh kembangan manusia akan mengikuti garis menurun, sehingga keadaan manusia pada saat kelahirannya akan lebih baik dibanding saat kematiannya.

Untuk itu sebelum seorang anak mampu berpikir logis dan memahami hal – hal yang abstrak, serta belum mampu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan belum memahmi siapa dirinya dan siapa orang lain, maka contoh – contoh, pembiasaan – pembiasaan (habit forming), arahan – arahan, pembimbingan sangat perlu diberikan kepada anak, bahkan sebelum seorang anak manusia lahir ke dunia. Pemberian contoh dan pembiasaan – pembiasaan harus dilakukan oleh manusia dalam situasi kemanusiaan.


Masa kanak – kanak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan semua nilai – nilai yang diperlukan dalam khidupan. Al – Ghazali sangat menganjurkan agar dalam mendidik akhlak anak, dilakukan dengan pemberian contoh dan pembiasaan dan latihan – latihan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga meskipun contoh, latihan dan pembiasaan diberikan secara keras atau paksa, anak akan tetap mampu melaksanakan, yang pada gilirannya akan mampu membentuk sikap baik pada anak, yang lambat laun sikap baik itu akan semakin jelas, kuat dan teguh keberadaannya pada diri anak dan tiodak mudah tergoyahkan oleh intervensi apapun.


Atas dasar uraian di atas, maka pendidikan budi pekerti sangat perlu diberikan kepada manusia, sejak manusia masih ada dalam kandungan, agar dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia tidak terlanjur menjadi makhluk yang berbuat ini itu tanpa didasari oleh kesadaran diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai kuwajiban berbakti kepada Tuhan dan mencintai
sesamanya.

Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk : (1) Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi kagamaan, kesusilaan, dan kemandirian, (2) Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata, dan bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhru bangsa Indinesia yang tercermin dalam dimensi kegamaan, kesusilaan, kemandiriran, dan (3) Menciptakan suasana sekolah yang kondusip untuk berlangsungnya pembentukan budi pekerti yang luhur.

3. Metoda Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan Budi Pekerti sebagai suatu meateri pembelajaran tidak hanya sebatas agar anak tahu, hafal dan mengerti saja. Lebih dari itu pendidikan budi pekerti juga dimaksudkan agar anak memahami, menghayati, tercermin dalam kepribadiannya, dan melaksanakan dalam kehidupan sehari – hari. Hasil pembelajaran yang demikian menuntut para pelaksana pembelajaran (guru / pendidik) untuk mampu menggunakan metode yang tepat agar pendidikan budi pekerti mampu menghasilkan manusia – manusia berbudi pekerti. Metode – metode yang dimaksud adalah:

  1. Pemberian contoh yang baik (Uswatun Khasanah)
  2. Penggunaan cara dan bahasa yang baik ( Moidoh Khasanah)
  3. Pembiasaan dan latihan (Al – Ghazali)
  4. Pemberian pengalaman (Zakiah Dradjat)
  5. Dongeng dan kisah yang baik (Zakiah Drajat)
  6. Penciptaan situasi yang mendukung (A. Maslow)
  7. Penanaman dan penghayatan Kesadaran (Piagiet)
  8. Pelaksanaan kaidah – kaidah dan peraturan – peraturan (Piagiet)
  9. Ngerti – ngrasa – nglakoni (Ki Hadjar Dewantara)
  10. Pemamongan (Ki Hadjar Dewantara)
  11. Indoktrinasi

4. Pengorganisasian Pendidikan Budi Pekerti dalam Kurikulum

Pengorganisasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Kurikulum tidak dalam bentuk mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi dalam bentuk integrasi dalam mata pelajaran / Bidang Stusi. Konsekuensinya, setiap Guru Bidang Studi harus mampu mempenetrasikan muatan – muatan Pendidikan Budi Pekerti dalam pembelajaran Bidang Studi yang diampu. Ini bukan pekerjaan yang ringan. Terlebih lagi ketika guru harus memasukan banyak sekali materi Bidang Studi yang
diampu dalam benak peserta didik.

Oleh karena itu, Ki Hadjar Dewantara memberikan cara yang metodis – pedagogis, bahwa Pendidikan Budi Pekerti diberikan melalui “pamong”, yang biasanya diberikan oleh guru – guru yang relatip senior dan banyak pengalaman, dan penampilannya berbudi luhur dan menjadi panutan lingkungan. di samping itu Pendidikan Budi Pekerti juga suharusnya diberikan secara spontan dan okasional , artinya guru atau pamong budi pekertinya tercermin dalam pribadinya di manapun dan kapanpun berada.


5. Penutup

Pendidikan Budi Pekerti sebagai bagian integral dari proses belajar- mengajar, bukanlah sesuatu yang diada – adakan, tetapi keharusan yang ada dalam proses pembelajaran. Pendidikan Budi Pekerti kemarin – kemarin agaknya terabaikan karena kita semua mengejar akal. Akal tanpa budi muncul dalam bentuk “akal – akalan”. Semoga dengan informasi yang singkat ini, ketika kita terhenyak betapa diri kita sekarang ini, kita akan mulai menyadari bahwa diri kita adalah pribadi utuh ciptaan Allah Subhana Huwa Ta’ala yang wajib berbakti kepada-Nya dan mencintai sesamanya. Amien

Bumi Tlogosari, 12 Rabiul Awal 1423 H

1 komentar:

parisraab mengatakan...

Casinos Near Harrah's Casino in Harrah's Valley
› mapy › mapy Find Casinos 청주 출장안마 Near Harrah's 포천 출장샵 Casino and other 천안 출장안마 Casino 제주도 출장샵 in Harrah's Valley near Harrah's 목포 출장마사지 Casino, LA.